Selasa, 22 Juni 2010

Suka Duka Berhijab di Negeri Sakura



Menjadi muslimah dengan memakai hijab adalah menjadi tantangan sendiri, berbeda halnya dengan laki-laki pasti lebih mudah untuk hidup dimana saja. Terkadang ada banyak hal yang tanpa disadari itu menjadi suka dan kadang menjadi duka. Akan tetapi, suka dan duka itulah yang selalu menjadi penguat iman, Insha Allah.

Keuntungan buat saya tersendiri dibanding teman-teman yang lain tidak memakai hijab. Wajah saya disini memang wajah orang asing buat orang jepang, sehingga ketika saya bertemu dengan orang-orang asing, tak jarang mereka menyapa saya. Halo..hai..atau sekedar tersenyum. Selain itu, saya memakai hijab. Disinilah letak yang paling menguntungkan buat saya dibanding teman-teman suami yang muslim tapi belum memakai
hijab.

Saat itu saya di supermarket, untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Saya berpapasan dengan seorang japanese muslimah yang juga berjilbab. Rasanya senang sekali saat itu, karena menemukan saudara di dalam satu ku (kecamatan). Lalu kami berkenalan dan saling tukeran email dan nomer Handphone. Senang sekali rasanya, ternyata hijab saya menjadi sebuah identitas untuk lebih mudah dikenali.

Ada lagi cerita ya lain, saat itu saya berencana mau membeli handphone di sebuah mall. Karena untuk membeli handphone harus memakai alien card dan inkan (cap tanda tangan) suami (saat itu saya belum bikin). Ternyata barang yang menjadi persyaratan tertinggal di apartemen, jadi suami saya harus kembali ke apartemen. Disitu saya menunggu sambil melihat-lihat kain-kain khas jepang. Di tempat itulah saya bertemu
dengan orang jepang yang sudah tinggal di Indonesia selama 18 tahun, namanya Rika Kojima. Dia langsung menyapa saya "orang indonesia ya? Soalnya kamu pakai jilbab jadi saya tahu kamu orang Indonesia." Dan saat itulah saya merasa beruntung bisa memiliki banyak teman orang jepang. Sangat amat jarang seorang asing bisa bersahabat dengan orang jepang. Bahkan teman-teman suamiku belum ada yang punya sahabat orang jepang. Karena punya sahabat orang jepang itu sangat menguntungkan, ketika kita tidak tahu banyak hal disini, kita bisa banyak bertanya dan mereka dengan senang hati membantu.

Lalu, hari minggu kemarin saya dan suami bersepeda ke taman tsurumi. Disana saya bertemu sepasang suami istri japanese, mereka menyapa kami "assalamu'alaykum" , saya tidak tahu kalau mereka muslim, karena istrinya belum berjilbab. Dan saat itu saya merasa bersyukur untuk yang kesekian kalinya, Saya Berhijab dan hijab itu menjadi identitas untuk saya.

Dukanya pun juga ada beberapa yang kadang tak mengenakan di hati. Waktu itu ada undangan untuk memakai kimono dari kuyakusho (kantor kecamatan) untuk orang asing. Saat itu, semua perempuan mau dipakaikan kimono. Jadi harus melepas baju. Saya satu-satunya muslim saat itu dan harus mencari-cari tempat untuk mengganti baju, akhirnya saya mengganti baju di belakang pintu. Lalu seorang ibu-ibu yang mau memakaikan kimono buat saya menyuruh saya untuk melepas hijab saya. Saya bilang tak mau, tapi alhamdulillah saya memiliki teman seorang nepal. Dia yang membuat argumentasi untuk ibu itu, padahal dia beragama hindu. Akhirnya jadilah saya kimono berjilbab hehehe^^

Lalu ada lagi ceritanya, dalam seharian itu selalu mendapat pertanyaan "Itsumo Kabute?" (Apakah selalu bertutup kepala?). Seorang nenek tua bertanya sesuatu kepada saya "Anda dari suku apa ya, saya pernah melihat di TV oraang-orang dari suku tertentu memakai ini." Akhirnya suamiku menerangkan, "Kami orang islam, jadi punya kewajiban memakai ini."

Lagi-lagi mendapatkan ketdaknyamanan di kantor imigrasi japan di tokyo. Saat itu dalam satu ruangan itu orang asing semua, dan saya (seperti biasa) mendapatkan tatapan yang aneh dari mereka. Ada satu orang, wanita amerika yang baik mau tersenyum pada saya, dan saya balas senyuman itu. Setelah itu ada seorang wanita bule (wajahnya terlihat orang latin), dia memakai tanktop dan celana pendek, lalu
memperhatikan saya dari atas sampai bawah. Terus terang tidak nyaman diliatin kayak gitu, tak balas saja ngeliatin lagi, eh malu sendiri kali ya hehehe ^^

Setelah itu nomor antrianku dipanggil, lagi-lagi petugas imigrasi bertanya "Itsumo Kabute?" Selalu pertanyaan itu....hahaha. Tapi itulah kesempatan saya untuk menerangkan pada mereka tentang agama Islam.

3 komentar:

  1. alhamdulillah... identitas memang top urgent kalo kita di LN. bisa jadi ujian menempa hati makin kuat...

    BalasHapus
  2. hehe^^ iya mbak juliani...tetap istiqomah ya, saling mendoakan^^

    BalasHapus
  3. Makasih atas sharingnya. aku pengen pergi ke jepang. setelah baca blog ini jadi punya bayangan tentang hidup di sana sebagai sesama pengguna hijab.
    Semoga saya bisa segera ke Jepang. Aaamiiin... :D

    BalasHapus