Masjid Jami' Yokohama
Ternyata Ramadhan di Jepang begitu indah, kenapa saya bisa berkata seperti ini? Padahal kalau dibandingkan dengan di Indonesia, suasananya tidak meriah, tidak ada yang namanya acara-acara Islami. Terlebih lagi, Ramadhan bertepatan dengan musim panas, dimana hampir semua cewek-cewek di Jepang pakai baju tank top, bikini, dan sebagainya. Suasana yang tidak mendukung bukan???
Tapi, saya katakan Ramadhan di Jepang begitu indah. Di hari-hari pertama saya benar-benar tidak merasakan suasana Ramadhan, benar-benar yang saya rasakan hanya haus dan lapar, jiwa saya kosong. Akan tetapi, semuanya berubah ketika sepuluh hari terakhir. Saat sepuluh hari terakhir, saya akan berusaha untuk tarawih dan i'tikaf di masjid. Walaupun jauh dan melelahkan, tapi saya tetap semangat untuk berangkat ke masjid saat itu.
Di sepuluh hari terakhir inilah, saya merasakan indahnya Ramadhan. Dan di sepuluh hari terakhir inilah yang mengubah paradigma hidup saya di jepang ke depan nantinya.
Saya bertemu dengan saudara seiman dari berbagai negara, Malaysia, Pakistan, Sri lanka, Mesir, dan lain sebagainya. Kulit hitam, kulit putih, mata belok, mata sipit, hidung mancung, hidung pesek, pertengkaran politik antar negara (Indonesia vs Malaysia), dan semua perbedaan disatukan dalam keadaan ISLAM. Kami saling berbagi, berbuka puasa bersama dengan menu yang sangat lezat khas Pakistan (karena kebetulan Masjid Yokohama didirikan oleh orang Pakistan). Makan bersama, shalat bersama, tidur bersama, belajar bersama, dan lain sebagainya. Benar-benar indah, dan tidak pernah saya rasakan di Indonesia. Saya pernah merasakan hal ini ketika saya Umrah di Saudi Arabia. Dan saya merasa suasana ini seperti di Saudi, bukan di Indonesia ataupun Jepang.
Ada sebuah cerita menarik yang sangat membuatku terkesan. Saat itu aku sedang berbincang dengan teman-temanku, kita sedang ngobrolin hafalan Quran, lalu temanku bertanya "Surat An-Naba yang mana sih?" Lalu aku membacakannya, dan saat itu mata semua orang tertuju padaku. Aku jadi malu, lalu beberapa saat kemudian, seorang ibu asal pakistan mendekatiku "Is this your first time in here?" "No, my third i think",
"I live near here, only 10 minutes, And our imam is my Son, he's hafidz Quran." "Wow, Masya Allah, i wish i can memorize quran but difficult." "Yes, But sure you can."
Ternyata ibu tersebut adalah seorang pegawai kedutaan besar Pakistan. Saya benar-benar terperangah, saya diajak ngobrol oleh seorang pejabat Pakistan. Berbeda sekali dengan orang-orang kedutaan besar Indonesia di sini, birokratis, tidak merakyat, dan kadang seringkali menganggap kami seperti layaknya tidak pantas sejajar dengan mereka. Bahkan saya pernah dimarahi mereka, saat persiapan buka puasa bersama di kedutaan, saat itu saya membantu memotong buah malah dimarahi.
Back to the story,
Kalau di Masjid Yokohama yang dipamerkan adalah keimanan, hafalan Quran, intensitas kedatangan ke Masjid, dan yang lainnya. Berbeda kalau shalat di Balai Indonesia (Sekolah Republik Indonesia Tokyo) milik kedubes, yang dipamerkan adalah I phone seri terbaru, I Pad, dan lain-lain
Padahal pingin Shalat Idul Fitri di Masjid Yokohama, tapi suamiku pingin shalat di Balai Indonesia. Maksudnya Shalat di Masjid tapi nanti silaturrahim ke balai Indonesia, tapi suamiku ngga mau. Benar sesuai dugaan, Shalat Idul Fitri jadi ngga menyenangkan sama sekali. Semua orang berisik ngga ada yang mendengarkan ceramah. Sampai di Rumahnya pak Kedubes ngelihat satpam lagi marah-marah, terus lagi shalat si Ibu pegawai balai Indonesia marah-marah. Capek deh, Niat Idul Fitri ngga sih????
Kalau mau berasa Ramadhannya, carilah masjid atau tempat berkumpul yang dapat memperkuat keimanan kita.
"Eid Mubarak, Minal Aidin Wal Faidzin. I love my Sister And Brother in Islam
Terima kasih banyak sudah membagi cerita ini, aku sangat suka membaca cerita kisah hidup terutama kaum muslim Indonesia di Luar Negeri yang bukan negara Muslim., sangat membuka hati dan pikiran.
BalasHapusTetap semangat dan semoga sekeluarga sehat selalu ya